Suaracaraka.com, Pati Jawa Tengah – Menjawab keluhan dari masyarakat terkait Lahan sawah Lindung di Pati Jawa Tengah dan sekitarnya, Komisi II DPR RI yang menjadi mitra kementrian ATR/BPN Menghadirkan direktur Pengendalian pemanfaatan ruang Kementrian ATR/BPN RI untuk menjawab persoalan kasus Lahan Sawah Lindung. Riyanta salah satu anggota DPR RI Komisi II dari Fraksi PDI Perjuangan yang juga sebagai ketua umum Gerakan Jalan Lurus menggelar acara dialoq dengan masyarakat selaku pengguna atau pemilik lahan. Dalam dialoq tersebut Riyanta menghadirkan Agus Sutanto selaku direktur pengendalian pemanfaatan ruang kementrian ATR/BPN RI, agar secara tekhnis yang bersangkutan dapat menterjemahkan yang berkaitaan dengan lahan sawah dilindungi. hadir Diskusi ini dikemas dalam acara kunjungan kerja di daerah pemilihan Jawa Tengah III pada hari Sabtu, 04 februari 2023 yang dipusatkan di rumah Joglo Aspirasi Riyanta Jl. Ahmad Yani No. 38 Pati Jawa Tengah.
Dihadapan ratusan warga Pati dan sekitarnya Agus Sutanto dari kementrian ATR/BPN RI yang menjadi pembicara tunggal dalam acara diskusi tersebut menjelaskan secara gambalang tentang pemanfaatan alih fungsi lahan sawah dilindungi. Menurutnya peraturan Menteri tidak akan melangkahi batas kewenangan perda tata ruang yang ada di tingkat kabupaten Kota, terangnya.
Agus menjelaskan terdapat 4 dasar peraturan yang berkaitan dengan tata Kelola lahan sawah dilindungi ( LDS ), Empat dasar peraturan tersebut diantaranya :
- Peraturan Presiden Nomer 59 Tahun 2019 tentang pengendalian AlihFungsi LahanSawah.
- Surat keputusan Menteri ATR/BPN Nomer 686 Tahun 2019 Tentang Penetapan Luas LBS Nasional.
- Peraturan Menteri kordinator perekonomian Nomer 18 Tahun 2020 Tentang tatakerja timdu pengendalian AFLS dan Tim Pelaksana Pengendalian AFLS.
- Peraturan Menteri ATR/BPN Nomer 12 Tahun 2020 tentang tatacara pelaksanaan Verifikasi data lahan Sawah terhadap data pertanahan dan Tata Ruang, penetapan Peta LSD dan pemberian rekomendasi perubahan penggunaan tanah pada LSD.
Keempat dasar peraturan tersebut dipergunakan sebagai acuan untuk mengatur tentang penggunaan dan pemanfaatan lahan sawah dilindungi, namun empat dasar peraturan tersebut tidak akan melangkahi batas kewenangannya terhadap perda maupun perwal Tata Ruang yang ada di tingkat kabaupaten kota diseluruh Indonesia.
Agus Sutanto selaku direktur pengendalian pemanfaatan ruang kementrian ATR/BPN RI mengatakan setiap daerah pasti kasusnya berbeda beda, bahkan disejumlah titik di Indonesia terdapat delapan daerah yang sama sekali tidak memiliki lahan atau ruang sawah, sehingga tidak ada kasus sama sekali. Disisi lain daerah yang memiliki Lahan sawah yang fungsinya untuk ketahanan pangan dan juga ada lahan kering. Makanya darimana melihat sisi kasus LDS tersebut, yang jelas. Pihaknya masih membuka ruang untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memanfaatkan lahan sawan dilindungi untuk kepentingan pembangunan umum.
Dirinya mencontohkan pada persoalan pengembangan Kawasan perumahan, sangat tidak lazim jika lahan permukiman dibangun ditengah hutan atau sawah, inikan tidak mungkin. Jika memungkinkanpun rumah atau bangunan tidak akan laku. Mau tidak mau pengembangan lahan yang fungisnya untuk perumahan dapat dilakukan berdekatandengan akses jalan raya maupun penduduk meski lahan tersebut masih berupa lahan sawah yang masih basa. Dapat dimungkinkan, pengembang atau perseoarang dapat mengajukan perubahan bentuk tersebut ke dinas terkait yang ada di tingkat kabupaten kota. Perda tata ruang dalam lima tahun sekali dapat diperbarui, makanya masyarakat agar tidak cemas untuk menggunakan lahan sawah yang diperuntukkan kemanfaatan masyarakat banyak.
Agus juga mencontohkan pada lahan basah namun tidak produktif, mau tidak mau lahan tersebut dapat dilakukan perubahan bentuknya sepanjang tidak menyalahi aturan dan memperhatikan dampak lingkungannya.
Yang jelas jika terdapat lahan sawah dilindungi untuk dimohonkan perubahan bentuk dari basah ke kering maka dasar aturannya menggunakan perda tata ruang tingkat kabupaten kota tersebut, meski terdapat empat dasar peraturan diatasnya. Terkadang masyarakat menjadi bingung, namun perda atau perwal yang ada di tingkat kabupaten kota menjadi acuan utama, meski ada peraturan Menteri diatasnya.
Dalam diskusi yang dimoderatori oleh hedy rahmad dari tenaga ahli Riyanta tersebut berjalan mulus, meski terdapat sejumlah pertanyaan dan perlu dijelaskan secara detail dan gambalang. Sangat komplek dan bervariasi persoalan LSD. Disetiap daerah pasti berbeda beda, namun dasar untuk merubah alih fungsi lahan tersebut mengacu pada perda dan perwal tata ruang yang ada di tingkat kabupaten kota itu. Pemerintah pusat tidak akan intervensi atau campur tangan ditingkat bawahnya. Tegas Agus.
Dalam acara diskusi tersebut dirinya mencontohkan seorang penanya dari Purwodadi, Grobogan, yang Bernama Winarno, Dia mengaku sedang membangun Rumah Sakit dengan study kelayakan yang sudah sesuai. Dengan luas tanah 3 hektar, baru 8.671 m2 yang di ACC oleh KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Lingkungan), sedangkan yang 2.329 m2 belum bisa di ACC karena masuk dalam LSD.
Kemudian Agus menjawab Asal bapak punya surat lengkap dengan salinannya, proposal dan sertifikat tanah, Insya Allah minggu depan mulai diproses, waktunya tidak lebih dari dua minggu sudah dapat diselesaikannya.
Mendengar jawaban tersebut, Winarno yang sudah sekian lama tak kunjung selesai urus izin pembangunan Rumah Sakitnya, dirinya sangat lega dan merasa berterima kasih kepada pak Riyanta yang telah mengundang dirinya untuk bisa berdialog dengan direktur pengendalian pemanfaatan ruang kementrian ATR/BPN RI.
Trimakasih Pak Riyanta, Trimakasih Pak Agus, saya sangat lega dan sangat berterima kasih kepada Pak Riyanta yang telah mengadakan acara yang mampu memberikan jawaban atas kelengkapan izin untuk mendirikan Rumah Sakit yang telah lama dinantinya. Acara diskusi diakhiri dengan foto Bersama, ( Laporan Wartawan Edy Rahmad89 ).