Suaracaraka.com, Jakarta – Kordinator Wilayah (Korwil) Gerakan Jalan Lurus (GJL) se Jabodetabek, Jansen Leo Siagian, melaporkan Kapolres hingga Kapolsek di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri atas dugaan kriminalisasi tiga aktivis GJL yang dilakukan oleh aparat setempat beberapa waktu lalu.
Laporan pengaduan tersebut sudah diterima oleh Propam Polri dan sudah menerima surat penerimaan surat pengaduan dengan nomor SPSP2/722/XI/2022/Bagyanduan, tertanggal 22 November 2022.
“Institusi kepolisian banyak menjadi perbincangan akhir-akhir ini karena kinerja kepolisian cenderung buruk. Bahkan beberapa oknum kepolisian diduga melakukan tindakan kriminalisasi yang melawan hukum,” ujar Leo kepada TheIndonesiaTimes, Rabu (23/11/2022).
Selain ke Propam Polri, Leo juga membuat pengaduan ke Kejaksaan Agung terkait dengan buruknya profesionalitas oknum kejaksaan di Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah (Kalteng).
Menurut mantan aktivis eksponen Angkatan 66 ini, dugaan kriminalisasi terhadap ketiga aktivis GJL Kalteng itu bukan saja terjadi di Polres Kotim tetapi juga di Kejaksaan Negeri Kotim. Perbuatan kriminalisasi, tambah Leo, merupakan tindakan melawan hukum yang harus diberi ganjaran berat.
“Penangkapan dan penahanan ketiga aktivis GJL Kalteng itu tidak memiliki dasar hukum, dan hanya menunjukkan arogansi kepolisian dan kejaksaan yang antikritik dan pro pengusaha perkebunan sawit. Sedangkan jumlah oknum kepolisian dan kejaksaan yang diduga terlibat melakukan kriminalisasi terhadap warga kecil terus bertambah,” kecam Leo.
Menurut Leo, penangkapan dan penahanan ketiga aktivis GJL Kalteng yang secara sewenang-wenang merupakan penghinaan dan menyerang kehormatan dan nama baik organisasi GJL.
Untuk itu, GJL berharap agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kadiv Propam Polri Irjen Pol Syahardiantono, dan Jaksa Agung ST Burhanudin, segera mengambil tindakan displin dan menertibkan anggotanya sehingga wibawa institusi Polri dan Kejaksaan dapat terjaga baik.
“GJL turut berperan mengawal kinerja institusi kepolisian dan kejaksaan di jalan yang lurus. Maka itu, kalau ada setiap oknum aparat nakal dan tidak punya moralitas yang baik di tengah masyarakat wajib warga melaporkan,” tegas Leo.
“Kita lihat saja program presisi Polri dan program restorative justice yang dilakukan Kejaksaan Agung. Polri dan Kejaksaan jangan melindungi oknum-oknum yang memanfaatkan institusinya untuk berkolusi dengan pengusaha nakal dan memperkaya diri sendiri,” pesan Leo mengingatkan.
Masalah Batas Lahan Tak Jelas
Sementara itu, Pembina GJL DPW Kalteng, Edi Sukaryanto, mengatakan polisi telah menangkap tiga orang rekannya yaitu, Arpikal alias Toni (ketua), Amir Husin (sekretaris) dan M Yasin (bendahara).
Ketiga rekannya itu ditangkap terkait aksi massa warga yang meminta penjelasan mengenai letak batas lahan perkebunan kelapa sawit milik PT Windu Nabatindo Lestari (BGA Grup) dan Koperasi Keruing Citra Lestari, di Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah (Kalteng).
“Laporan kepolisian bahwa blok lahan perusahaan diportal warga. Kemudian, warga juga mendirikan rumah pondokan di lahan tersebut. Tapi lokasinya bukan di lahan perusahaan. Laporannya itu tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan,” kata Edi Sukaryanto.
Edi mengatakan, ketiga rekannya ditangkap setelah Polres Kotim menerima laporan pengaduan dari PT Windu Nabatindo Lestari tersebut. Dan saat ini, tambahnya, ketiga rekannya itu resmi ditahan di Polres Kotim, Kalteng, Kamis (10/11/2022) lalu.
Menurut Edi, laporan pengaduan perusahaan pada 13 Juli 2022 adalah dugaan kasus penguasaan lahan. Padahal, dalam bukti rekaman video tidak ada satu katapun dari warga ingin menguasai lahan tersebut. Pada kenyataannya, lahan tersebut hingga sekarang ini masih dikuasai, dipanen, dan dikerjakan oleh PT Windu Nabatindo Lestari.
“Masyarakat melakukan aksinya karena mereka merasa hak-haknya telah dirampas. Selama pembentukan plasma, warga tidak pernah mengetahui dimana letak lahannya. Jadi, warga hanya diberikan kartu anggota koperasi saja dan hasil SHK-nya pun sudah tidak sesuai lagi,” kata Edi.
Dalam laporan pengaduan PT Windu Nabatindo Lestari mengklaim bahwa lahannya terletak di Blok J/K 47A sampai Blok J/K 58A. Padahal, keterangan para saksi dan lebih kurang 300 warga yang ikut aksi berada di Blok K 54B sampai K 58B di seberang jalan blok yang dilaporkan perusahaan tersebut.
Edi menambahkan, untuk membuktikan posisi lahan berada di Blok K 54B sampai K 58B yang diportal warga itu adalah berada di luar HGU PT Windu Nabatindo Lestari, maka dilakukan pengecekan di lapangan tempat aksi pemortalan dengan menggunakan GPS Satelit pada Jumat, 11 November 2022.
“Ternyata lokasi lahan tersebut masih hutan produksi dan berada di luar Ijin HGU perusahaan tersebut,” pungkas Edi.
Dilaporkan Sampai ke Istana
Sebelumnya itu dikabarkan, Kasat Reskrim Polres Kotim melalui Kanit Reskrim Iptu Nana Suryana membenarkan ketiga tersangka terlibat kasus dugaan tindak pidana yang terjadi pada Rabu, 6 Juli 2022 hingga 15 Juli 2022.
“Berkas perkara mereka sudah dinyatakan lengkap oleh jaksa (P21) dan hari ini dilimpahkan ke penuntut umum,” kata Nana Suryana.
Sementara Kepala Kejaksaan Negeri Kotim melalui Kasipidum Arwan Kamil Juanda juga membenarkan bahwa pihaknya telah menerima pelimpahan berkas perkara ketiga tersangka dari penyidik Polres Kotim.
“Hari ini dilakukan pelimpahan berkas tahap II,” kata Arwan Kamil Juanda.
Dalam kasus ini ketiga tersangka diduga melakukan tindak pidana menduduki dan menguasai areal lahan di Blok J/K-47A sampai Blok J/K-58A Divisi 3 Estate KAGE PT Windu Nabatindo Lestari, yang berada di Dusun Katari, Desa Keruing, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur.
Ketiga tersangka diduga melakukan pemortalan di Blok J/K-47A – Blok J/K-58A Divisi 3 Estate KAGE PT Windu Nabatindo Lestari. Atas perbuatan ketiga tersangka, mereka dikenakan Pasal 107 Huruf (a) UU RI Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan dan atau Pasal 368 KUHPidana.
Hingga berita ini diturunkan, GJL terus berkordinasi dan melaporkan peristiwa tersebut ke berbagai pihak terkait di pemerintahan pusat hingga ke Istana Negara.
Laporan tersebut sebagai upaya untuk menegakkan supremasi hukum yang berlaku dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penegakkan hukum sebagai panglima, bukan sebagai alat kepentingan pengusaha dan penguasa, ( Tim Liputan Suaracaraka.com ).