Penulis : Drs. Gunawan Witjaksana, M.Si_Dosen Tetap Ilmu Komunikasi Universitas Semarang.
Dengan adanya kebijakan PPKM, mulai PPKM Darurat, hingga menggunakan kriteria level yang bervariasi sesuai kondisi riil tiap wilayah, terus menunjukkan data penurunan kasus baik yang terpapar, yang meninggal, serta tingkat kesembuhan yang prosentasenya terus meningkat.
BOR di rumah sakit pun terus menurun. Demikian pula dengan pemanfaatan ICU serta ruang isolasi.
Di lapangan, berbagai pelonggaran baik untuk tempat ibadah, pasar tradisional, swalayan, mall, dll. sudah mulai dilonggarkan, demikian pula dengan perjalanan baik lokal serta antar wilayah, utamanya yang menggunakan kendaraan pribadi.
Singkatnya, sepintas bila kita sebagai awam melihat ke lapangan, seolah keadaan sudah normal kembali.
Bila ada yang sedikit beda hanyalah terkait dengan pelaksanaan protokol kesehatan ( prokes). Yang nampak orang yang lalu lalang serta di tempat umum sebagian besar memakai masker.
Di tempat pelayanan umum seperti apotik, toko, dll. setiap pelayan selalu diberi tabir plastik transparan untuk berjaga- jaga.
Yang masih harus diperhatikan adalah menjaga tidak terjadinya kerumunan. Mungkin, ini terjadi karena budaya serta kebiasaan yang sudah lama berlangsung. Merubah kebiasaan, utamanya terkait budaya antri, budaya sabar, dan sejenisnya, perlu kesabaran serta ketelatenan komunikasi, serta diperkuat dengan keteladanan.
Karena itu, yang perlu kita renungkan bersama adalah bagaimana terus memberikan informasi yang informatif, emphatik, serta persuasif terkait pentingnya Kehati- hatian dalam bersikap serta berperilaku ke depan, hingga saatnya kondisi pandemi diubah menjadi epidemi?
Keteladanan dan ketelatenan
Dalam bahasa komunikasi, untuk merubah kebiasaan itu sering tidak cukup hanya melalui berbagai komunikasi, baik lewat berbagai media atau pun melalui komunikasi antar pribadi.
Karena itu, keteladanan para elit, tingkat mana pun, sangatlah diperlukan. Kita tentu ingat salah satu prinsip yang disampaikan Ki Hajar Dewantara, ” hing ngarso sung tuladha”, yang berarti perlu contoh- contoh kongkrit dari para pemuka masyarakat di seluruh tingkatan.
Berbagai sikap serta perilaku yang dipertontonkan melalui berbagai media pun perlu disesuaikan. Ini penting, karena saat ini masih banyak tayangan media, utamanya media audio visual yang abai. Lihat saja berbagai tayangan sinetron.
Padahal berdasarkan teori Kultivasinya Gebner, penonton yang sebagian besar belum melek media, sehingga mereka mengira kondisi seakan telah normal seperti sebelum covid-19.
Hal tersebut sangat kontraproduktif di tengah upaya pemerintah serta berbagai lembaga lainnya untuk memutus mata rantai penyebarannya, baik melalui upaya pencegahan antara lain dengan program vaksinasi, atau berbagai upaya penyembuhan mereka yang terpapar.
Belum lagi upaya mereka yang dengan sengaja melontarkan informasi sesat, dalam upaya menggagalkan berbagai upaya pemerintah.
Memartisipasikan Masyarakat
Upaya pembatasan dengan skala mikro sangatlah tepat. Data terakhir setidaknya menunjukkan saat ini klaster yang terbanyak adalah klaster keluarga.
Karena itu memartisipasikan setiap keluarga agar bisa secara aktif mengupayakan setiap keluarganya untuk berdisiplin melaksanakan prokes sangatlah penting.
Dari sisi komunikasi, upaya itu akan berhasil bila setiap keluarga merasa akan memperoleh manfaat dari prokes yang mereka masing- masing lakukan.
Ledakan kasus covid-19 beberapa bulan lalu yang menimpa keluarga serta lingkungan tempat tinggalnya setidaknya ikut menyadarkan mereka terhadap manfaat prokes, karena kebanyakan yang terpapar dan mereka saksikan adalah yang abai.
Karena itu, meski sepintas badai covid-19 tampak mereda, setiap anggota masyarakat perlu waspada serta berhati- hati.
Rumusan 5 M bagi setiap anggota keluarga dengan pengawasan ketat dari keluarganya masing- masing mutlak perlu dilakukan.
Bila hal itu terwujud dan dipadukan dengan program yang dilakukan pemerintah serta para relawan, niscaya Pandemi covid-19 di Indonesia In Syaa Allah segera berakhir.
Drs. Gunawan Witjaksana, M.Si
Dosen Tetap Ilmu Komunikasi
Universitas Semarang
Di Publikasikan di Semarang, 1 September 2021.