Merawat Konstituen Oleh : Yan Ardian Hendi Asmara

Suaracaraka.com, Kabupaten Semarang Jawa Tengah _ Saat ini tampak sekali kecenderungan para pemilih yang sering populer dengan Konstituen itu hanya dijadikan pelengkap penderita. Artinya setelah berhasil dirayu dan akhirnya memilih , setelah itu dibiarkan tanpa dirawat, setidaknya dengan berkomunikasi secara rutin.

Itulah pula sebabnya banyak Konstituen yang kecewa dan akhirnya mengalihkan pilihannya. Celakanya, celah itulah yang akhirnya dimanfaatkan para pesaingnya dengan melakukan politik uang. Konstituen yang awam, ditambah sifatnya sebagai makhluk ekonomi, maka mudah sekali mereka terbujuk dengan gimmicknya uang, tanpa melihat siapa yang akhirnya dipilihnya.

Karena itu, sudah saatnya bagi mereka yang ingin terjun ke politik, khususnya yang ingin masuk menjadi pejabat publik baik eksekutif atau pun legislatif, agar tidak melakukan hal yang sama.

Untuk itu perlu dilakukan komunikasi yang intens, persuasif , empatik dan dialogis, namun setelah berhasil, perlu terus merawatnya, setidaknya melalui rutinitas komunikasi, syukur bila bisa dibarengi dengan menunjukkan kinerja yang baik serta bantuan lain sesuai dengan kebutuhan aktualnya.

Karena itu, hal yang perlu direnungkan oleh para elit tersebut adalah, sudah siapkah mereka menjadi pejabat publik yang hakekatnya adalah melakukan pengabdian kepada masyarakat, khususnya Konsituen nya? Bagaimana cara yang paling sederhana dalam melakukannya?

Pengabdian

Bila setiap elit yang akhirnya terpilih menyadari hal ini, niscaya mereka akan selalu mengabdikan dirinya, setidaknya kepada konstituennya sesuai dengan janji kampanyenya.

Setidaknya mereka tidak lupa serta selalu menjaga kehangatan melalui komunikasi rutin yang mereka lakukan.

Dengan cara itu, sebagai manusia, para Konsituen akan merasa diorangkan, sehingga mereka merasa tetap diperhatikan oleh para jagoannya tersebut.

Sebagai pejabat publik, tentu mereka punya kesempatan yang luas dalam melakukan pengabdiannya tersebut, sehingga yang terpenting harus mereka fahami adalah niat serta komitmennya. 

Ini sangat penting sesuai kata Yale, bahwa kredibilitas itu selain dipengaruhi oleh expertness yang jelas dimiliki setiap pejabat publik terpilih, juga kharakternya yang perlu dijaga. Terkait itulah, maka pemenuhan janji yang bisa dirasakan konstituennya sangatlah penting.

Selain itu, perlu diingat bahwa janji kampanye dalam bahasa komunikasi itu ada dalam kondisi abstrak, artinya masih sekedar bayangan yang ideal, sedang pemenuhan janji itu merupakan sesuatu yang kongkrit.

Rutinitas

Sembari berupaya memenuhi janji tersebut, yang perlu dilakukan adalah melakukan komunikasi secara rutin dengan konstituen, setidaknya menunjukkan tetap adanya simbiosis mutualisme.

Selain itu rutinitas komunikasi itu berdampak positif agar Konstituen tetap mengingatnya, sehingga bila ada pesaing yang mencoba merayunya, tidak akan cukup manjur.

Prinsip tak kenal maka tak sayang yang banyak diadopsi oleh teknik periklanan, penting ditiru dan dilakukan.

Melalui cara itu, syukur bila frequensinya cukup tinggi, maka secara psikologis Konstituen akan terus mengingat jagoannya.

Contoh paling aktual tingginya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi, tentu tidak lepas dari intensitas komunikasi dibarengi dengan upaya pemenuhan janji yang akhirnya dirasakan masyarakat.

Akhirnya, semuanya akan kembali pada niat serta komitmen para calon pejabat publik yang sedang berebut simpati calon pemilih.

Yang harus diingat adalah niat ikhlas serta menjaganya bila terpilih kelak.

Penulis : Yan Ardian Hendi Asmara

Calon Anggota Legislatif Kabupaten Semarang dari PDI-Perjuangan

Editor : Hedy Rahmad

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *