Peradilan hukum pidana bukan merupakan sarana untuk balas dendam

Suaracaraka.com, Semarang Jawa Tengah – Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Dr . Edward Omar Sharif Hiareij mengungkapkan bahwa peradilan hukum pidana bukan merupakan sarana untuk balas dendam.

Hal ini sesuai dengan perubahan paradigma terhadap sistem peradilan pidana itu sendiri.

“Tadinya hukum pidana itu berorientasi pada keadilan retributif. Menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam atau Lex Talionis. Ini telah merubah paradigma hukum pidana menjadi paradigma hukum pidana modern yang berorientasi pada keadilan korektif, keadilan restoratif dan keadilan rehabilitatif,” ungkap Prof Eddy, biasa ia disapa, saat menyampaikan materi pada kegiatan Seminar Sekolah Akademi Kepolisian 2023, yang berlangsung di Ruang Serba Guna Akademi Kepolisian Semarang.

Terkait hal ini, Wamenkumham menegaskan bahwa hukum yang adil dan hukum yang baik, tidak hanya (memberikan) kepastian tetapi juga harus memperhatikan (aspek) kemanfaatan dan keadilan.

Prof Eddy mencontohkan, tolok ukur keberhasilan sistem peradilan pidana modern berorentasi pada pencegahan terjadinya tindak pidana.

“Bahwa keberhasilan sistem peradilan Pidana tidak tergantung dari berapa banyak kasus yang diungkap,” katanya menegaskan.

“Sekali lagi, keberhasilan sistem peradilan pidana itu tidak tergantung dari berapa banyak kasus yang diungkap, tetapi keberhasilan dalam sistem peradilan pidana modern adalah bagaimana aparat penegak hukum berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah terjadinya kejahatan,” tambah Prof Eddy memperkuat pernyataan.

Menurut Guru Besar Fakultas Hukum UGM ini, kondisi ideal tersebut erat kaitannya dengan tagline Polri Presisi (Prediktif, Responsibilitas dan Transparansi Berkeadilan) yang digaungkan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.

“Kalau kita kaitkan dengan keberhasilan sistem peradilan pidana modern yang adalah berusaha mencegah terjadinya kejahatan, maka prediktif itu sangat penting bagi anggota Polri, untuk memprediksi apa yang mungkin terjadi. Berbagai tindak-tanduk masyarakat yang bisa menimbulkan keonaran, yang bisa menghancurkan ketertiban umum, bahkan bisa melanggar hukum,” ulas Prof Eddy.

“Ketika ini sudah mampu diprediksi oleh anggota Polri, maka semboyan yang kedua atau tagline yang kedua, adalah responsibilitas. Apa itu responsibilitas?. Polri harus bisa memberikan solusi dalam konteks preventif, mencegah terjadinya kejahatan, bahkan persuasif mengajak orang untuk tidak melakukan kejahatan.”

“Ini sangat relevan dengan keberhasilan sistem peradilan pidana modern yaitu berusaha untuk mencegah terjadinya kejahatan,” imbuhnya.

Kehadiran Wamenkumham di acara ini, didampingi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah Dr A Yuspahruddin dan para Kepala Divisi Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah.

Selain Wamenkumham, narasumber lainnya adalah Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Dr Fadil Zumhana, Kepala Biro Pembinaan dan Operasional Bareskrim Polri Brigjen Polisi Raden Yoseph Wihastono Yoga Pranoto dan seorang pakar di bidang Kriminologi dan Kepolisian Prof Adrianus Sembiring Meliala.

Peserta kegiatan merupakan para Taruna Akademi Kepolisian Semarang dan perwakilan mahasiswa Fakultas Hukum dari berbagai Universitas di Kota Semarang, ( Tim Liputan Suaracaraka.com ).

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *