Oleh : H. Riyanta, SH. Ketua Umum Gerakan Jalan Lurus dan GAMAT RI
Suaracaraka.com, Semarang Jawa Tengah – Dinamika politik menjelang dilaksanakannya Pemilu serentak pada tanggal 14 Februari 2024 meningkat. Hal ini lumrah dalam sistem negara demokrasi sesuai dengan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Oleh sebab itu, dinamika politik harus sesuai dengan hukum yang sudah di sepakati oleh bangsa Indonesia.
Permasalahannya adalah permohonan Judicial Review terhadap sistem pemilu proporsional tertutup itu sah-sah saja dengan argumentasi pemohonnya. Namun demikian kita perlu ketahui bahwa Mahkamah Konstitusi sebelumnya telah memberikan Putusan No. 22-24 / PUU – VI / 2008, di mana putusan MK ini yang menjadi acuan bagi DPR RI bersama pemerintah untuk membuat dan menerapkan Sistem Pemilu Terbuka pada pemilu 2009 sampai dengan pemilu 2019. Sesuai pasal 24 C Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi sebagai berikut:
“MAHKAMAH KONSTITUSI BERWENANG MENGADILI PADA TINGKAT PERTAMA DAN TERAKHIR YANG PUTUSANNYA BERSIFAT FINAL UNTUK MENGUJI UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR, MEMUTUS SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA YANG KEWENANGANNYA DIBERIKAN OLEH UNDANG-UNDANG DASAR MEMUTUS PEMBUBARAN PARTAI POLITIK, DAN MEMUTUS PERSELISIHAN TENTANG HASIL PEMILIHAN UMUM.”
Mencermati bunyi pasal 24 C UUD 1945 di atas bahwa putusan MK bersifat final. Oleh sebab itu putusan Nomor: 22 – 24 / PUU – VI / 2008 adalah Final di mana putusan tersebut menyatakan bahwa sistem pemilu yang konstitusional adalah Sistem Pemilu Terbuka, titik.
Terkait pernyataan atau opini dari Ketua KPU Hasyim Ashari bahwa saat ini ada permohonan judicial review terhadap sistem pemilu terbuka oleh pemohon, di mana pemohon, memohon agar MK memutuskan bahwa sistem pemilu terbuka itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar itu merupakan Hak Pemohon dan terhadap permohonan ini MK tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutusnya. Perlu diketahui bahwa putusan MK No: 22 – 24 / PUU – VI /2008 adalah bersifat FINAL (titik).
Oleh sebab itu Majelis Hakim MK yang meminta kepada Pemohon untuk menyampaikan kekurangan sistem pemilu terbuka, merupakan pertanyaan yang argumentatif dan menuju penguatan putusan MK No: 22 – 24 / PUU – VI /2008.
Makadari itu Saya Riyanta, SH selaku Ketua GERAKAN JALAN LURUS menyatakan hal-hal sebagai berikut:
- Tegakkan Hukum sesuai dengan prinsip Dasar Negara Hukum (Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945). Jadikan Konstitusi sebagai “KEPALA NEGARA”, jadikan Konstitusi sebagai “PANGLIMA.”
- Menghimbau kepada Ketua KPU untuk fokus kepada Tupoksinya saja, dan agar sebelum menyampaikan opini dipertimbangkan terlebih dahulu dampak baik dan buruknya terhadap stabilitas (hukum, politik, sosial dan keamanan).
- Percayakan persoalan permohonan judicial review di atas kepada Mahkamah Konstitusi. Yakinlah hakim-hakim Konstitusi adalah manusia-manusia pilihan yang mempunyai integritas tinggi dan mulia.
Demikian Uraian tentang Politik Pemilu dan Penegakan Hukum di Negara Indonesia ini, Semoga bermanfaat untuk Masyarakt Umum sebagai Pelaku penyelenggara negara dan KPU RI Serta Mahkamah Konstitusi.
Penulis : H. Riyanta, SH.
Editor : H_Edy Rahmad, MH.